Kamu
kamu adalah Candu,
candu yang lalu tumbuh menjadi rindu
hingga tercipta beribu lagu
lagu yang akan menambah rindu
jika tiada waktu untuk bertemu dan menuntaskan rindu
Tapi rindu pun akan berlalu seiringnya waktu
Dan membiarkan rindu tumbuh menjadi benalu
Benalu yang akan terus menyebar dalam sanubarimu
Yang meracuni setiap inchi otakku, dan membutakan mataku.
Kamu
kamu adalah alasan dari setiap rinduku
Sekumpulan Goresan Tinta
Selasa, 01 April 2014
cerpen "ingin bebas"
Ingin Bebas
Ku telusuri sepanjang jalan malioboro dengan bejalan kaki bersama dengan
seorang teman wanita, namanya Rima. Dengan suasana yang belum terlalu ramai,
matahari yang berada tepat di atas kepala kami aku dan rima menelusuri
sepanjang jalan malioboro. cuaca siang itu memang sangat panas, sehingga aku
sempat malas untuk menemaninya ke malioboro. Suasana sepanjang jalan malioboro
siang itu sangatlah asing bagiku. Tidak terlalu banyak orang, toko toko yang
belum seluruhnya terbuka dan jalan raya yang tidak begitu ramai di lewati oleh
motor ataupun mobil yang lewat. Suasana malioboro di siang hari memang sangat
jauh berbeda dengan malioboro pada malam hari. Suasana malioboro pada malam
hari sangatlah ramai, banyak pedagang-pedagang yang menjajakan pernak pernik
khas jogja , orang orang yang sedang berbelanja atau sekedar tawar menawar
harga dan hanya melihat lihat, dan alunan music dari pengamen-pengamen jalanan
yang memainkan lagu-lagu tradisonal. Tapi kurasa aku lebih menyukai suasana
malioboro pada siang itu, tidak ramai dan begitu tenang, cocok dengan diriku
yang sedang membutuhkan ketenangan.
“rima, apa yang sebenarnya
sedang kamu cari?” tanyaku kepadanya, “aku sedang mencari jam tangan, jam ku
yang lama sudah lusuh,sudah tidak pantas untuk dipakai.” Jawabnya. Kepala rima
tak henti-hentinya menengok ke kiri dan ke kanan, takut ada toko jam yang
terlewat oleh pandangan matanya. Kami telusuri terus jalan malioboro dari ujung
utara, berjalan ke selatan dengan kepala selalu menoleh ke kanan dan ke kiri
agar tidak ada toko jam yang terlewat oleh kami. Setelah beberapa puluh menit
kami berjalan akhirnya kami menemukan sebuah toko jam, toko itu bernama “Gunung
mas”, nama yang cukup aneh untuk menjadi nama sebuah toko jam. Kami pun menuju
toko itu
“aku tunggu di luar ya,rim”
“kenapa tidak ikut masuk,
pilihkanlah yang cocok untukku.”
“aku lelah, aku ingin duduk
sambil merokok di depan sana.” Jawabku.
“baiklah kalo begitu”, rima pun
masuk kedalam toko jam bernama “gunung mas” itu. Sementara aku menunggunya di
bawah sebuah tiang lampu di pinggiran jalan malioboro.
Kuambil sebatang rokok dari saku
bajuku lalu kuyalakan. Kunikmati rokokku sembari melihat sekeliling, kendaraan
yang sedang berlalu lalang, para “bule” yang sedang bejalan-jalan saja hanya dengan
menggunakan celana pendek dan kaus kutang, ada juga beberapa siswi SMA
mengenakan rok selutut keluar dari sebuah toko, toko kecantikan mungkin.
Beberapa PNS yang mungkin sedang menikmati jam istirahat mereka atau sedang
mengistirahatkan dirinya dari pekerjaan karena aku lihat jam sudah menunjukan
pukul 1 lebih.
Tidak terasa rokok yang kuhisap
sudah habis. Ku buang puntung rokok itu kemudian ku injak. Menunggu itu memang
kegiatan yang sangat membosankan, dan sekarang aku sudah mulai bosan. Kuambil
lagi sebatang rokok dari saku bajuku yang sialnya itu adalah rokok terakhirku,
kunyalakan rokok itu lalu kuhisap. Kuambil hetset di dalam tasku dan ku
tancapkan pada sebuah HP , lalu aku play sebuah lagu-lagu dari Hp ku yang
kuharapkan bisa sedikit menghilangkan kebosananku.
Kupandangi lagi sekeliling lagi dan ada satu
hal yang membuatku tertarik. Ada seorang perempuan paruh baya berjalan ke utara
dengan baju yang sangat kotor dan compang-camping dengan pandangan mata yang
kosong, perempuan itu berdiri tepat di pinggir jalan, melambai-lambai kendaraan
yang melewatinya dengan sesekali tersenyum dan tidak jarang dengan tertawa
sendiri tanpa memikirkan orang orang yang ada disekitarnya. Ya benar, perempuan
itu adalah orang gila.
Kupandangi tingkah laku dari orang
gila itu , sangat menyenangkan sepertinya menjadi orang gila itu, tidak ada
beban, tidak memikirkan sesuatu hal pun, sangat bebas sepertinya. Hal itu
membuatku membayangkan sesuatu, membayangkan diriku menjadi orang gila itu.
Pasti menyenangkan, aku tidak harus berangkat kuliah setiap harinya,
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh para dosen, dan melakukan semua
kegiatan-kegiatan omong kosong ini. Aku
memikirkan apa saja yang akan aku lakukan jika aku menjadi orang gila, pasti
aku akan menjadi orang yang bebas. Aku membayangkannya sambil tersenyum senyum
sendiri, tampaknya aku sudah mulai menjadi gila. hingga terdengar suara merdu seorang
membuyarkan lamunanku itu.
“ayo pulang” ucap rima sambil
menepuk pundakku.
Minggu, 30 Maret 2014
Cerpen "Sepenggal Rahasia"
Di sebuah café di pusat kota
Jakarta ku nikmati esspreso berdua dengan seorang kekasih, namanya Rima. Nama
yang indah , sesuai dengan penampilanya. Wajahnya yang sangat pribumi dengan
lengkungan bibir yang senantiasa tersenyum menghiasi wajahnya yang membuatku
tak bosan-bosan memandangi wajahnya, dibalut dengan dress warna merah
kesukaannya menambah kesan anggun
penampilannya. Sedangkan aku sendiri mengenakan kemeja dengan motif garis dan
celana panjang hitam yang terkesan sangat rapi, memang, saat itu aku baru saja
selesai kerja. Kantor ku tidak jauh dari
café tersebut, sebuah perusahaan administrasi yang mempunyai gedung dengan
puluhan lantai. Suasana café yang nyaman diiringi dengan alunan music jazz
membuat malam semakin romantis. Café ini memang tempat favoritku untuk melepas
penat setelah kerja seharian.
Rima terlihat sangat gelisah ,
tak henti-hentinya rima menengok samping kanan dan kiri. Tak tau apa yang
sedang di pikirkannya, saat kutanya
“ada
apa?” ,
rima
menjawabnya dengan senyumnya yang sangat manis “tidak, tidak ada apa apa”.
Mungkin dia hanya asing dengan tempat ini.
Memang, rima baru pertama kali aku ajak
ke tempat favoritku ini. Setahuku Rima bukanlah perempuan yang senang dengan
dunia malam seperti ini, dia adalah tipe perempuan yang bekerja di siang hari
dan langsung pulang ketika selesai dan lebih banyak menghabiskan waktunya di
kamar apartemennya, entah itu tidur, menonton tv, atau membaca komik
kesukaannya. Apartemennya berada di pinggiran kota sehingga sangat tenang dan
nyaman. Sangat nyaman memang, beberapa kali aku pernah mengantarnya pulang
setelah selesai kerja, dan sering kali dia langsung tertidur saat sampai di
kamarnya, dia tidur dengan mengenakan pakaian kerja lengkap dengan sepatu
kerjanya. “Kamar yang indah”. Kata yang keluar saat pertama kali aku
mengunjunginya. kamar yang di cat putih . Terdapat foto-foto rima di atas meja,
foto yang sangat cantik dengan frame berwarna putih. Kuperhatikan satu persatu
foto itu, ada satu foto yang sangat menarik perhatianku saat itu, foto rima
dengan seorang wanita cantik dengan baju putih, foto yang terlihat sangat
mesra, bahkan terlalu mesra. Ku pandangi lagi kamar rima. Sangat rapi, itulah
komentarku terhadap kamarya. Rima memang perempuan yang sangat mencintai
kebersihan. Maka dari itu dia sangat rajin sekali membersihkan kamarnya.
Suasana café yang sangat
romantis memang sangat cocok untuk berkencan. Tidak hanya kami berdua, ada
beberapa pasangan yang sedang berkencan dan menikmati kopi di café tersebut. Terdapat
dua cangkir espresso di meja, yang satu tinggal setengah, dan yang satunya lagi
masih terisi penuh. Saat kutanya
“kamu
tidak suka kopi?”,
Dia menjawab “tidak mas” tetap dengan senyum
manisnya.
“apa yang kamu sukai?” ,
rima menjawab dengan senyumnya “apa saja,
asalkan itu manis”.
Ku
panggil pelayan , lalu aku memesan segelas lemon tea. Sembari menunggu pesanan,
kami melanjutkan obrolan kami. “bagaimana pekerjaanmu?” , dia menjawab,
“seperti biasa, tidak ada yang berbeda, dan sepertinya aku mulai jenuh, mas”.
Aku sangat senang sekali ketika Rima memanggilku dengan sebutan “Mas” ,tentu
saja dengan suaranya yang lembut dan senyumnya yang sangat manis.
Segelas lemon tea pun datang,
Rima meminumnya dengan cepat hingga tersisa setengah gelas saja.
“kamu haus sekali?” ,
“iya mas” jawabnya,
“kenapa
dari tadi tidak bilang kalau kamu haus” tanyaku dengan lembut,
“nggak enak mas, malu”, jawabnya sambil
menundukan wajahnya yang sedikit memerah. Dari pintu masuk cafe terlihat wanita
yang sangat cantik dengan dress warna merah, dress yang sama persis dengan yang
di pakai oleh Rima, tapi berwarna merah. Wanita itu memasuki café dengan
langkah yang anggun , badanya sangat seksi dengan ukuran payudara yang
proposional membuat semua mata lelaki yang berada dalam café tersebut menengok
untuk memandanginya. Aku pun memandanginya dan ketika wanita itu sudah dekat,
aku merasa wanita tersebut tidak asing, aku pun mencoba mengingat ingatnya.
Sampai
terdengar teriak panggilan,
“Rima”
suara
wanita itu memanggil Rima dan berjalan menuju tempat ku dan Rima duduk. Ya, aku
baru ingat, dia adalah Wanita yang terdapat dalam foto yang ada di kamar
apartemen Rima.
“siapa dia?” tanyaku kepada
rima,
“seorang teman” jawabnya
singkat.
Wanita itu sampai di tempat meja
kami lalu bersalaman dengan Rima dan mencium pipi Rima. Rima lalu
mengenalkannya padaku . lalu kami saling berjabat tangan dan menyebutkan nama
masing masing. Namanya Fira.
“silahkan duduk Fir”, aku
mempersilahkan
“terima kasih”.
Lalu fira dan Rima pun mengbrol
panjang lebar, aku tak mengerti apa dan ke arah mana obrolan mereka. Aku hanya
melihat mereka dan sesekali menyeruput cangkir esspreso milikku yang isinya
sudah tinggal sedikit.
“aku pulang duluan ya mas?” tiba
tiba rima meminta ijin kepadaku
“Mau kemana?” tanyaku
“ada urusan penting mas”,
jawabnya sambil menatap Fira.
“ya sudah, hati-hati ya”
Rima
dan Fira pergi meninggalkan cafe dengan bergandengan tangan.
aku
memperbolehkannya, karna aku kira dia memang sedang ada urusan penting dan ini
juga sudah terlalu malam untuknya saat aku melihat jam di tanganku sudah
menunjukan pukul 11 malam. Aku masih duduk di kursiku karna aku rasa ini bukan
saatnya pulang, aku masih ingin menikmati alunan music jazz yang sangat asik di
dengar di malam hari.
Seorang pelayan bertanya kepadaku sambil
membersihkan gelas-gelas kosong yang ada di mejaku “di tinggal sendirian mas?”
“iya mas, tadi ada urusan sama
temennya katanya” jawabku
“temennya yang baju merah tadi
ya?” Tanya pelayannya itu
“iya mas, masnya kenal?” jawabku
sekenannya
“kenal mas, dia teman SMA saya,
dia seorang Lesbian.”
Aku pun hanya terdiam, pelayan
pergi dan aku masih terdiam sambil memandangi seorang perempuan cantik
bernyanyi jazz bersuara sangat indah. Kuliah jam di tanganku, jarum jam sudah
menunjukan pukul 12 malam, aku pun melangkahkan kaki ku kelluar cafeteria
dengan penuh Tanya di dalam kepalaku, “Apa yang mereka lakukan?, apa yang Rima
rahasiakan?”.
Langganan:
Postingan (Atom)